Kenangan Abu Nazar tentang Abdul Wahid: Berbeda Pandangan Tapi tak Pernah Berpisah Hati
Pekanbaru, Inforiau.co -Ada satu nama yang selalu membekas dalam perjalanan hidup saya, Abdul Wahid. Ia bukan sekadar sahabat kuliah, tapi kawan seperjuangan yang banyak memberi warna dalam hidup saya.
Kami melewati masa-masa mahasiswa dengan kesederhanaan yang tak terlupakan. Kadang berjalan kaki bersama menuju kampus atau ke sekretariat HMI Cabang Pekanbaru, kadang naik oplet, berbagi cerita dan cita-cita di tengah panasnya kota. Saya masih ingat, Wahid sering hanya memakai sandal jepit, tapi langkahnya penuh semangat dan tekad yang kuat.
Kami sering singgah makan bakso di jalan Paus, tak jauh dari sekretariat HMI. Di warung kecil itulah, di antara tawa dan obrolan ringan, kami berbicara tentang masa depan, tentang perjuangan, dan tentang bagaimana menjadi manusia yang bermanfaat bagi orang lain.
Saya juga tak pernah lupa saat Abdul Wahid tinggal di kantor PKB di Jalan Pinang. Kehidupannya saat itu sangat sederhana, tapi semangatnya membara. Ia tipe sahabat pantang menyerah. Kalau menginginkan sesuatu, ia tidak pernah setengah — selalu total dan sungguh-sungguh.
Yang paling saya kenang, Abdul Wahid adalah sosok yang berhati baik dan dermawan. Kalau sedang punya uang, ia pasti mengajak kawan-kawannya makan bersama, tanpa pamrih. Secara ekonomi, ia cepat bangkit karena kerja keras dan keyakinannya yang kuat.
Kami memang pernah berbeda pandangan politik, namun Abdul Wahid tidak pernah menyimpan dendam. Ia selalu bisa memisahkan perbedaan dengan persaudaraan. Itulah yang membuat saya semakin menghormatinya.
Bagi saya, Abdul Wahid bukan hanya sahabat, tapi teladan tentang ketulusan dan kesetiaan. Dalam setiap langkah perjuangan, ia menunjukkan bahwa persahabatan sejati tidak diukur dari seberapa lama kita bersama, tetapi dari seberapa besar kita saling memahami — meski berbeda arah.
Hormat saya,
Abu Nazar, S.H.I
Ketua Umum KAHMI Kampar
