Harga Air Kemasan Melonjak, Hendry Munief Minta Pemerintah Reformasi Tata Kelola Air Baku Industri AMDK
Jakarta -- Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi PKS, Hendry Munief, meminta Reformasi tata kelola air baku bagi industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) oleh Pemerintah. Reformasi ini agar menjamin hak konsumen mendapatkan kualitas minuman yang layak.
Hal itu disampaikan Hendry Munief dalam Rapat Dengar Pendapat dengan jajaran Kementerian Perindustrian di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (10/11). Ia menilai harga air yang semakin mahal menunjukkan adanya persoalan mendasar dalam pengelolaan sumber daya air nasional.
Hendry merujuk pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam pidato kenegaraan 15 Agustus lalu terkait Pasal 33 UUD 1945 dan menekankan pentingnya perhatian terhadap ayat (2) yang mengatur cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak. Ia menyoroti data harga air kemasan yang dinilai tidak wajar.
“Harga air kita hari ini sangat mahal. Dua liter bisa mencapai Rp10.000. Itu berarti sekitar Rp5.000 per liter, atau Rp 5 juta per meter kubik. Sementara di Eropa hanya sekitar Rp 80.000. Ini harus menjadi perhatian serius,” ujar Hendry.
Dalam forum tersebut, Hendry mengusulkan serangkaian rekomendasi strategis kepada Kementerian Perindustrian, termasuk reformasi tata kelola air baku AMDK, penyusunan peta neraca air (water balance) pada setiap kawasan sumber air utama, serta pengawasan ketat agar pengambilan air baku tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan. Ia menegaskan bahwa kebutuhan air masyarakat dan pertanian tidak boleh terpinggirkan.
“Pengambilan air baku tidak boleh membuat pertanian kering. Prioritas air untuk masyarakat dan sektor pangan harus dijamin,” tegasnya.
Hendry juga menekankan perlunya regulasi ekstraksi air yang adaptif terhadap musim kemarau dan musim panen. Selain itu, ia meminta pemerintah mewajibkan perusahaan AMDK melakukan reinvestasi sosial-lingkungan melalui konsep water positive, yakni memastikan air yang dikembalikan ke alam minimal setara dengan volume yang diambil.
“Perusahaan AMDK harus menerapkan rasio minimal 1:1:1. Air yang dikembalikan ke alam tidak boleh lebih kecil dari yang diambil. Prinsip ini harus menjadi standar,” kata Hendry.
Menutup pernyataannya, Hendry mendesak percepatan integrasi Sistem Neraca Air Nasional sebagai dasar formulasi kebijakan pengelolaan air baku di seluruh Indonesia. Ia berharap pertemuan ini dapat menghasilkan rekomendasi konkret yang dapat ditindaklanjuti pemerintah.
“Kita perlu regulasi yang jelas, komprehensif, dan berpihak kepada kepentingan publik. Sistem neraca air nasional harus benar-benar dibahas dan ditetapkan,” pungkasnya.
